Nama lengkapnya Muhammad Ilham Badruzzaman. Biasa dipanggi Ilham. Anaknya tinggi dan kurus. Di organisasi dakwah kampusnya, dia hanya menempati staf kaderisasi, namun hampir semua teman-teman aktivis dakwah mengenalnya. Dia tidak saja dikenal sebagai orang yang vokal dalam mendukung gerakan dakwah di kampus namun juga pandai melobi ke jajaran rektorat bidang kemahasiswaan. Sebenarnya anaknya agak pendiam tapi sekali memiliki ketidak setujuan terhadap sesuatu hal, maka dia akan lantang menyuarakan kepada siapa saja teman diskusinya sampai teman diskusinya memiliki satu kesepahaman dengannya.
Di tahun keempat masa kuliahnya, wisudah melengkapi catatan tinta sejarahnya. Kini dia menaruh perhatian pada seorang akhwat pujaannya. Seorang akhwat yang masih satu lembaga dakwah di wilayah yang sama dinama mereka berkiprah. Mereka memang beda kampus tapi pernah satu SMA walau tidak penuh tiga tahun. Maklum saja ketika di tahun yang ketiga di masa SMA, dia mengikuti keluarga yang pindah ke Jakarta. Bukan tanpa alasan dia punya maksud ke akhwat itu. Karena rekam jejak sang akhwat begitu sempurna dimatanya. Inilah yang menjadi salah satu alasan mengapa dia memimpikan akhwat ini.
Akhwat itu bernama Aisya Salsabila. Biasa dipanggil Aisya. Menurut penuturan teman SMAnya, Pernah suatu ketika ada seorang ikhwan datang melamarnya. Namun ditolaknya ia dengan tegas. Lantaran tidak memiliki kejelasan visi dalam ber rumah tangga. Maka gembiralah Ilham. Akhirnya dengan perasaan sedikit grogi, dia menemui orang tua Aisya. Disambutlah kedatangan Ilham dengan penuh kehangatan oleh orang tua Aisya. Walaupun hampir 5 tahun mereka tidak berjumpa, orang tua Aisya masih mengenali wajahnya. Maklum saja dulu mereka tinggal berdekatan rumah. Dipersilahkanlah Ilham dan obrolan ringanpun mereka mulai. Tibalah Ilham mengutarakan maksud kedatangannya. Topik pembicaraannyapun sudah mulai serius. diungkapkanlah kedatangannya dengan gamblang. Orang tua Aisya diam seksama mendengarkan serta memperhatikan Ilham berkisah. Meneteslah airmatanya. Kemudian beliau menarik nafas dalam-dalam dan berkata “Kemarin ada pemuda yang gagah dan tampan Inshaa Allah sholeh sepertimu. Bapak tidak kenal dia. Kemudian dia memperkenalkan diri dan mengutaran maksud kedatangannya. Namanya Irsyad. Teman kuliah Aisya. Satu kampus. Kedatangannya bermaksud mengkhitbah Aisya. Saya sebagai orang tua tentu bahagia ketika ada seorang ikhwan yang mau mengkhitbah anakku. Kebetulan kemarin Aisya di rumah. Walaupun saya sebagai walinya, tapi saya serahkan sepenuhnya kepada Aisya. Apakah pinangannya diterima atau ditolak. Akhirnya keputusan Aisya diterimalah pinangannya dan bulan depan Insya Allah akad nikahnya. Walau agak menyakitkan, saya berharap kau bisa menyempatkan waktu untuk menghadirinya.”
Tumpahlah air mata keduanya. Seketika itu suasana menjadi hening. Tidak ada kata yang terlontar dari mulut keduanya. Setelah beberapa menit, akhirnya Ilham membuka obrolan kembali. Dan tidak lama berselang, Ilham pamit serta sempat menyampaikan kalimat terakhir. “Insya Allah saya akan usahakan hadir di pernikahan Aisya. Assalamu’alaikum.”
Hari pernikahanpun tiba. Ilham datang memenuhi janjinya. Datanglah ia sendirian. Ditemuilah kedua mempelai. Ucapan doa dan selamat ditujukan kepada mereka. “Semoga kalian bisa saling menguatkan dalam mengarungi bahtera kehidupan. Barakallahu laka wa baraka 'alaika wa jama'a bainakuma fi khair.”
Penulis: Dhiyaa Uddin
Pemalang
Posting Komentar