Home » » Mondar-mandir Banyak Pahala

Mondar-mandir Banyak Pahala

Written By Unknown on Selasa, 15 April 2014 | 18.59



Kita harus bangga menjadi orang Islam. Kita harus bersyukur jika Islam bernilai lebih karena iman dan takwa. Ketiga hal inilah yang kelak bisa menyelamatkan diri. Baik di dunia terlebih lagi di akhirat.



Allah Mahabaik. Dialah yang menciptakan. Sehingga, Dialah yang Maha Mengetahui apa yang kita butuhkan. Satu diantara sekian banyaknya kewajiban yang harus dilakukan sebagai seorang hamba adalah beribadah.



Ibadah menjadi tugas utama. Uniknya, ibadah ini sama sekali tidak menguntungkan Allah. Jika seluruh makhluk beribadah kepada-Nya, maka tidak sedikitpun hal itu akan menambah kemuliaan bagi Allah. Karena Dia Mahamulai atas segala sesuatu. Jika kemudian semua makhluk membangkang, mencaci, dan menjauhi-Nya sekalipun, maka perbuatan itu juga tidak akan mengurangi kemuliaan Allah.



Sehingga, ibadah yang diperintahkan Allah hanya akan memberikan manfaat kepada pelakunya, bukan kepada Yang memerintahkan. Luar biasanya lagi, Allah sangat mengapresiasi semua bentuk ketaatan yang kita lakukan. Bahkan menyingkirkan duri kecil dari jalanan, akan diganjari pahala melimpah dari Allah.



Lebih-lebih lagi, jika misalnya kita ‘hanya’ mondar-mandir berangkat dan pulang dari masjid, maka hal itu akan berbalas pahala sedemikian agung dan melimpah ruah.



Rasulullah menegaskan. Jika kita berangkat ke masjid ketika azan berkumandang dalam keadaan berwudhu guna menghadiri shalat berjama’ah, maka satu langkah akan mengangkat derajat dan langkah yang lain bisa mengurangi dosa. Inilah mengapa, sahabat sekelas Ibnu Umar sering melambatkan langkahnya ketika mendatangi shalat berjama’ah. Alasannya, agar semakin banyak langkah sehingga dosa yang diampuni semakin banyak dan semakin tinggi derajat yang diberikan.



Tak kalah dari beliau, Sa’id bin Musayyab diceritakan tak pernah melihat tengkuk jama’ah lain selama tiga puluh tahun. Sebab selama itu, dia tidak pernah tertinggal takbir dan shaf pertama. Disebutkan pula, jika kita mengetahui pahala shalat berjama’ah, maka kita akan merangkak guna mendatanginya. Dalam riwayat lain, bahwa kita akan saling berlomba meski harus saling membunuh.



Betapa mulianya generasi pendahuli umat ini? Bahkan kita sangat jauh tertinggal. Masjid kita saat ini, sepi pengunjung. Lebih banyak yang mondar-mandir di mall, bioskop maupun tempat hiburan lainnya.



‘Mondar-mandir’ kita dalam mendatangi shalat berjama’ah, khususnya Isya’ dan Subuh adalah amal unggulan yang menjadi rebutan orang shaleh. Oleh karena hal itu, para sahabat pernah meminta ijin kepada Rasul agar berpindah rumah mendekati masjid supaya mudah dalam mendatangi. Namun rasul memerintahkan mereka agar jauh dari masjid, supaya langkah dan upaya yang dilkukan semakin luar biasa. Bukankah shalat berjama’ah Isya’ akan berbalas pahala qiyamullai setengah malam dan shalat Subuh berjama’ah akan berbalas pahala qiyamullail semalam suntuk?



Shalat jama’ah kita di masjid akan diganjar dua puluh lima atau dua puluh tujuh derajat. Ini bukan soal angka. Tapi sebuah anugrah. Bisa menjelaskan, seberapa tinggi satu derajat dalam penilaian Allah? Jika dikalikan dua puluh lima atau dua puluh tujuh, seberapa tinggikah derajat itu? Allah Maha Mengetahui dan tak mungkin ingkar janji.



Saking agungnya pahala ini, Rasul pernah bersabda akan membakar rumah orang-orang yang meninggalkan shalat berjamaah tanpa alasan yang dibenarkan. Jika hal itu dipraktekan zaman kita sekarang, akan berapa banyak rumah yang dibakar? Jangan-jangan, rumah kita akan ikut dibakar juga? Astaghfirullah.



Tidak cukupkah iming-iming pahala ini untuk kita? Ataukah hanya menjadi sesuatu yang masuk telingah kanan dan keluar dari telinga yang sama?



Dulu, Abdullah bin Umi Makhtum pernah berkata penuh tunduk kepada Nabi. Kata orang mulia ini, “Ya Rasul, saya ini buta. Apakah saya boleh untuk tidak mendatangi shalat berjama’ah?” Tentu, ini bukan pertanyaan pemakluman. Tapi keingintahuan yang mendalam dari seorang pemeluk Islam yang taat dan tak ingin mengurangi sedikitpun kemuliaan ajarannya. Lantas, Nabi berbalik tanya, “Apakah kamu mendengar azan?” Jawabnya segera, “Iya, saya mendengar azan.” Kemudian beliau menuturkan, “Maka datangilah shalat berjama’ah selagi kamu mendengar azan.”



Sejarah kemudian mencatat bahwa Abdulllah bin Umi Makhtum yang buta itu selalu terdepan dalam mendatangi shalat berjamaah. Bahkan dalm riwayat lain, beliau pernah dua kali dijatuhkan oleh setan agar terlambat dari mengikuti shalat berjama’ah.



Akankah kita meneledani kesungguhannya? Atau kemudian berapologi? Atau, jangan-jangan, ada yang menunggu dibutakan dulu baru kemudian benar-benar meneladani? Semoga Allah mengampuni kelalaian kita dan memudahkan diri untuk terus beramal shalih menjemput ridha dan surga-Nya. Semoga kita tak bosan untuk ‘mondar-mandir’ mendatangi masjid ketika azan berkumandang. Aamiin. Wallahu A’lam.

[]







Penulis : Pirman

Redaktur Bersamadakwah.com






Share this article :

Posting Komentar

 
Support : Creating Website | Johny Template | Mas Template
Copyright © 2011. Roti Kabin - All Rights Reserved
Template Created by Creating Website Published by Mas Template
Proudly powered by Blogger