Gelaran pesta demokrasi di negeri ini telah usai. KPU sedang melakukan real count untuk menentukan siapakah yang berhak menjadi pemenang dalam pesta lima tahunan ini. Bersebab kemajuan teknologi, hanya dalam hitungan jam selepas Tempat Pemungutan Suara (TPS) ditutup, publik sudah bisa mengetahui perolehan suara masing-masing partai melalui hitung cepat yang dilakukan oleh berbagai lembaga survei.
Sekilas, ini adalah kemajuan. Meskipun, jika kita menilik lebih mendalam, ternyata hasil hitung cepat ini bisa dipesan oleh siapapun yang mempunyai kepentingan. Sehingga, sevalid dan sekredibel apapun penyelenggara surveinya, mereka bisa berkelit dengan dalih adanya margin error yang berkisar antara 2,5-3%.
Terlepas dari itu, hasil ini bisa juga dijadikan oleh masing-masing parpol untuk berbenah. Meskipun, masing-masing parpol lebih memercayai hasil hitung cepat versi partainya. Apalagi, bagi parpol menengah ke atas yang memiliki sumber daya maju dan profesionalisme kelas internasional. Mereka memiliki kader melek informasi sehingga bisa mendata suara tingkat nasional dengan margin error yang relatif kecil.
Sebagaimana diketahui dari hitung cepat dalam berbagai macam lembaga survei, secara berurutan 3 besar pemenang pemilu adalah PDIP, Golkar dan Gerindra. Menarik bagi kita, adalah apa yang dialami oleh partai sekelas Nasdem maupun Hanura yang memiliki media dengan dana milyaran. Mulai dari televisi, media cetak hingga media online. Sayangnya, sumber daya yang mereka keluarkan sangat tidak sebanding dengan hasil suara yang diperoleh.
Fenomena lain juga terjadi pada Partai Keadilan Sejahtera (PKS). Partai yang dipimpin oleh Anis Matta ini, dalam sejumlah hasil hitung cepat mendapat ‘berkah’ sebanyak 7-8% suara. Angka ini, memiliki dua pemaknaan yang berbeda. Pertama, merupakan angka fantastis bagi partai semiksin PKS. Mereka tak memiliki televisi, koran maupun media online resmi dengan ribuan pengujung. Sehingga, angka ini bagai durian runtuh. Apalagi, iklan mereka di televisi juga sangat sedikit jika dibandingkan dengan mereka yang memiliki saluran televisi sendiri.
Kedua, angka ini cukup mengangetkan. Khususnya bagi mereka yang tidak ‘melek’ politik. Apalagi, bagi kader karbitan yang sering galau dengan badai informasi. Pasalnya, partai ini memasang target 3 besar dan berhasil memobilisasi ribuan hingga ratusan ribu massa dalam setiap kampanye yang diselenggarakan.
Pendapat Para ‘Ahli’
Jika kita mengamati sejumlah pemberitaan media, baik cetak maupun online, sejak setahun lalu, tren pemberitaan tentang PKS dan parpol selalu negatif. Bahkan,sejak prahara menimpa PKS dan partai lain, banyak sekali pengarahan opini pada satu kata. Bahwa seakan-akan, partai A–lah yang layak menang dan memiliki sosok dewa yang bisa mengangkat kemelut di negeri ini.
Dalam catatan penulis, berita seputar PKS tak jauh dari prediksi bahwa partai ini hanya mendapat 2% suara, tidak lolos batas ambang perolehan suara minimal parpol (PT) hingga terdepak dari gelanggang perpolitikan tanah air pada pemilu mendatang.
Para ‘ahli’ itu juga berpendapat bahwa PKS dan partai Islam lainnya akan masuk ke liang kuburnya karena ditinggalkan pemilih. Sadis. Tapi begitulah adanya.
Hingga akhirnya, ketika versi hitung cepat dikeluarkan oleh ‘ahli-ahli’ ini, pihak-pihak ini tak bisa menahan keterkejutannya. Pasalnya, berdasarkan versi mereka pula, PKS mendapat sekitar 7-8%. Artinya, jika hasil ini benar -atau justru lebih besar dari versi mereka- PKS akan tetap melaju karena lolos ambang batas perolehan suara parpol ini. Lebih lanjut, jika kita menghitng jumlah suara partai berbasis massa Islam, jumlahnya sekitar 30%. Melebihi partai pemenang pemilu yang hanya mendekati 20%. Sehingga, mereka yang terlanjur ‘diahlikan’ oleh pihak-pihak tertentu, sejatinya tak benar-benar ahli selama yang diburu hanya recehan rupiah belaka.
Kaca Mata Dakwah
PKS adalah partai dakwah. Ia bukan lahir hanya untuk memperebutkan kursi. Lebih dari itu, partai ini didirikan sebagai salah satu sarana untuk mengejawantahkan Islam di seluruh aspek kehidupan. Karena, sebelum mewujud sebagai partai, kader-kader Islam yang telah bermetamorfosis ke berbagai instansi telah mewarnai negeri ini dengan dakwah Islam.
PKS hanya salah satu produk dari ‘perusahaan’ besar bernama tarbiyah. Sehingga, politik melalui pemilu bukan menjadi satu-satunya alat ukur kemenangan bagi partai ini. Kemenangan suara hanyalah salah satu parameter. Lebih dari itu, PKS memiliki pandangan lain yang lebih menyeluruh tentang makna kemenangan yang sejati.
Kemenangan-kemenangan Raihan PKS
PKS telah meraih kemenangan sejak pertama kali didirikan. Kebenaran niat dan hasrat yang tinggi untuk menebar kemanfaatan adalah kuncinya. Jangkauan dakwah yang kemudian mewujud dalam pertarungan pemenangan politik adalah salah satunya.
Jika saja, sebuah lembaga berwujud sebuah LSM, maka jangkauannya hanya sebatas itu. Namun, jika misalnya kaum muslimin menguasai pemerintahan, hanya dengan satu kali tanda tangan saja, maka ribuan gedung sekolah baru bisa dibangun, milyaran beasiswa bisa digelontorkan, jutaan warga miskin bisa terentaskan. Dan, aneka kebijakan-kebijakan kebaikan lainnya bisa dieksekusi secara massif dalam tempo sesingkat-singkatnya.
Memenangkan Hati Masyarakat
PKS sebagai salah satu wadah dakwah telah meraih kemenangan ketika mereka melangkahkan kakinya untuk menyapa masyarakat. Bukankah partai ini menjadi salah satu yang terdepan ketika ada bencana yang menyapa warga negeri ini?
Ingatkah kita dengan banjir yang menimpa Ibu Kota beberapa bulan lalu dan pada tahun-tahun sebelumnya? Apakah kita melihat partai pengusung Gubernur dan Wakilnya turun secara massif untuk membantu warganya? Siapakah yang berjibaku tanpa lelah menyapa warga yang terendam air bah berhari-hari? Siapa yang mendirikan posko-posko bantuan korban bencana hampir di setiap kecamatan bahkan kelurahan? Siapakah yang secara intens melakukan pelayanan-pelayanan kepada warga Ibu Kota dan daerah-daerah bencana lainnya ini?
Tentu,ini bukan satu kasus. Masih banyak heroisme yang ditampilkan oleh kader-kader partai ini. Bahkan, ketika beberapa kabupaten di sekitar Kudus tergenang banjir, ketika belum ada ormas maupun instansi yang datang untuk membantu, kader PKS sudah berhasil membagikan nasi bungkus kepada warga dan sopir angkutan umum yang terjebak di lokasi itu selama beberapa hari lantaran terkepung banjir yang menjadi seperti samudra itu.
Pun, saat Kelud meletus. Sejak dini hari, kader-kader partai ini sudah bersiap siaga membagikan masker.Bukan hanya di sekitar Jawa Timur. Tetapi sampai ke Jogja dan sekitarnya. Bukankah ini sebuah kemenangan? Bergerak ketika yang lain hanya mengutuk kegelapan.
Kampanye Simpatik di Seluruh Penjuru Nusantara
Mungkin, kita akan serta merta mendapati goyangan seronok sebagai ritual wajib dalam berkampanye. Jangankan partai nasionalis-sekuler yang nyata permusuhannya dengan Islam. Partai Islam yang didirikan dari rahim Islam sendiri pun, didapati melakukan hal semacam itu dalam salah satu kampanyenya. Dimana gambar kiyai kharismatik menjadi back ground bagi artis berpakaian seronok dalam kampanye itu.
Satu hal ini saja –dan banyak hal negatif lain-, sampai sekarang belum pernah ada dalam kampanye Partai Keadilan Sejahtera. Baik itu kampanye tingkat RT sampai tingkat nasional. PKS secara konsisten mengusung politik santun dengan mengedepankan pendidikan. Bahkan, dalam setiap kampanyenya, partai ini selalu menghadirkan kreativitas kader dengan mengusung semangat dan optimisme. Sehingga, kampanye mereka lebih mirip ajang pelatihan motivasi, silaturahim tingkat nasional hingga arena bermain yang sangat bersahabat bagi anak-anak. Apalagi, dalam tiap kampanye, partai ini selalu menyediakan ‘lapak’ khusus bagi kader maupun simpatisan yang menyertakan anak-anaknya.
Jika hal ‘sekecil’ ini saja diperhatikan oleh partai ini, maka tak usah bertanya tentang kekerasan dan tindak brutal peserta kampanyenya. Sama sekali, anda tidak akan mendapati pesta miras, arak-arakan brutal hingga pengeroyokan massa sebagaimana ‘ditampilkan’oleh peserta kampanye partai lain.
Belum lagi penyediaan tempat sampah dalam jumlah ribuan, kempanye santun tanpa merusak fasilitas yang digunakan, pemisahan antara massa laki-laki dan perempuan, alokasi arena bermain untuk anak-anak, hingga pelaksaan shalat berjama’ah sebelum kampanye dimulai, termasuk pelaksanaan shalat tahajud oleh kader yang menyiapkan lokasi kampanye sejak malamnya.
Memenangkan ‘Serangan’ Fajar
Satu faktor penting yang disinyalir menjadi pendongkrak suara dalam pemilu adalah adanya serangan fajar. Bukan main. Ini terjadi secara massif. Dari tingkat RT sampai nasional. Dari kampung hingga kota besar. Dan, menyeluruh di semua daerah dan lapisan masyarakat.
Di sebuah pinggirian desa pantura, masing-masing pemilih mendapat amplop senilai sepuluh ribu dari satu calon. Dari partai lain, dua puluh lima ribu untuk satu suara. Jumlah ini lebih banyak jika kita mau melakukan riset secara menyeluruh.
Di sebuah pinggiran Ibu Kota, satu suara dibandrol mulai dari tiga puluhan ribu hingga ratusan ribu rupiah. Jika mau dirilis, semua pelakunya adalah oknum yang memang berduit dan mempunyai kepentingan politisi di dalamnya.
Nah, kader PKS ternyata melakukan ‘serangan’ fajar juga. Meskipun, bentuknya berbeda dengan yang dilakukan oleh partai-partai berduit tebal itu. Qiyadah dan kader PKS melakukan ‘serangan’ ini dalam kamar-kamar mereka dan di rumah-rumah Allah. Mereka menyebut nama Allah dalam dzikir-dzikir mereka. Dalam berdiri, ruku’ dan sujudnya.
Mereka melakukan itu di sepertiga malam terakhir, hingga fajar menyingsing. Pun, mereka tidak melakukan ‘serangan’ini ketika momen pemilu saja. Tetapi di sepanjang waktu. Karena ‘serangan’ fajar jenis ini, adalah satu amalan yang paling disukai dan diajarkan bagi kader-kader PKS. ‘Serangan’ fajar inilah yang membuat mereka kuat dalam menghadapi medan tempur yang dahsyat ini.
Kita Tak Pernah Lupa
Siapa yang telah menjual aset negara, kita tak akan pernah lupa. Siapa yang mengusung petinggi-petinggi syi’ah, kita tak tak pernah lupa. Siapa yang mengajukan calon sekuler-liberal, kita juga tak akan pernah lupa.
Tentang sosok yang memicu perang berdarah di salah satu penjuru negeri ini, kita juga tak akan lupa. Tentang pemimpin yang melahirkan sistem outsourcing bagi buruh dan sekarang bergaya menolaknya, kita juga tak akan pernah lupa.
Lantas, jika kemudian sosok yang tak pernah terlupa adalah yang memenangi laga? Akankah kita berharap banyak? Mungkin, jawaban apatisnya adalah tidak ada harapan. Tapi, kita masih punya Allah. Sehingga,masih ada jutaan harapan yang bisa kita semai, dari banyak jalan.
Agar Indonesia Memimpin Peradaban
Terakhir tapi bukan akhir, PKS hanyalah sebuah partai. Qiyadah, kader dan simpatisannya juga hanya manusia biasa. Berharap sempurna dari mereka, adalah ketidakmungkinan. Karena yang sempurna hanyalah Allah. Kita, harus tetap optimis. Tentu, dengan terus mengingatkan dan saling mendukung. Apalagi, ini adalah negeri besar. Siapapun tak mungkin bisa memimpin negeri ini seorang diri. Negeri ini juga tak hanya membutuhkan seorang kepala negara.
Negeri ini, seperti kata Anis Matta, “Membutuhakn hati yang baru, otak yang baru dan tulang punggung yang baru.” Hanya dengan itulah, Indonesia akan maju dan memimpin peradaban dunia. Bukan sosok yang didewakan padahal hanya boneka. Bukan pemenang pemilu versi hitung cepat, tapi ternyata terhebat dalam korupsi. Apalagi, sosok lama yang hanya berganti baju. Atau, sosok baru yang berteman dengan musuh sejati negeri ini.
Mari, kobarkan semangat Indonesia.[Pirman]
Ingatkah kita dengan banjir yang menimpa Ibu Kota beberapa bulan lalu dan pada tahun-tahun sebelumnya? Apakah kita melihat partai pengusung Gubernur dan Wakilnya turun secara massif untuk membantu warganya? Siapakah yang berjibaku tanpa lelah menyapa warga yang terendam air bah berhari-hari? Siapa yang mendirikan posko-posko bantuan korban bencana hampir di setiap kecamatan bahkan kelurahan? Siapakah yang secara intens melakukan pelayanan-pelayanan kepada warga Ibu Kota dan daerah-daerah bencana lainnya ini?
Tentu,ini bukan satu kasus. Masih banyak heroisme yang ditampilkan oleh kader-kader partai ini. Bahkan, ketika beberapa kabupaten di sekitar Kudus tergenang banjir, ketika belum ada ormas maupun instansi yang datang untuk membantu, kader PKS sudah berhasil membagikan nasi bungkus kepada warga dan sopir angkutan umum yang terjebak di lokasi itu selama beberapa hari lantaran terkepung banjir yang menjadi seperti samudra itu.
Pun, saat Kelud meletus. Sejak dini hari, kader-kader partai ini sudah bersiap siaga membagikan masker.Bukan hanya di sekitar Jawa Timur. Tetapi sampai ke Jogja dan sekitarnya. Bukankah ini sebuah kemenangan? Bergerak ketika yang lain hanya mengutuk kegelapan.
Kampanye Simpatik di Seluruh Penjuru Nusantara
Mungkin, kita akan serta merta mendapati goyangan seronok sebagai ritual wajib dalam berkampanye. Jangankan partai nasionalis-sekuler yang nyata permusuhannya dengan Islam. Partai Islam yang didirikan dari rahim Islam sendiri pun, didapati melakukan hal semacam itu dalam salah satu kampanyenya. Dimana gambar kiyai kharismatik menjadi back ground bagi artis berpakaian seronok dalam kampanye itu.
Satu hal ini saja –dan banyak hal negatif lain-, sampai sekarang belum pernah ada dalam kampanye Partai Keadilan Sejahtera. Baik itu kampanye tingkat RT sampai tingkat nasional. PKS secara konsisten mengusung politik santun dengan mengedepankan pendidikan. Bahkan, dalam setiap kampanyenya, partai ini selalu menghadirkan kreativitas kader dengan mengusung semangat dan optimisme. Sehingga, kampanye mereka lebih mirip ajang pelatihan motivasi, silaturahim tingkat nasional hingga arena bermain yang sangat bersahabat bagi anak-anak. Apalagi, dalam tiap kampanye, partai ini selalu menyediakan ‘lapak’ khusus bagi kader maupun simpatisan yang menyertakan anak-anaknya.
Jika hal ‘sekecil’ ini saja diperhatikan oleh partai ini, maka tak usah bertanya tentang kekerasan dan tindak brutal peserta kampanyenya. Sama sekali, anda tidak akan mendapati pesta miras, arak-arakan brutal hingga pengeroyokan massa sebagaimana ‘ditampilkan’oleh peserta kampanye partai lain.
Belum lagi penyediaan tempat sampah dalam jumlah ribuan, kempanye santun tanpa merusak fasilitas yang digunakan, pemisahan antara massa laki-laki dan perempuan, alokasi arena bermain untuk anak-anak, hingga pelaksaan shalat berjama’ah sebelum kampanye dimulai, termasuk pelaksanaan shalat tahajud oleh kader yang menyiapkan lokasi kampanye sejak malamnya.
Memenangkan ‘Serangan’ Fajar
Satu faktor penting yang disinyalir menjadi pendongkrak suara dalam pemilu adalah adanya serangan fajar. Bukan main. Ini terjadi secara massif. Dari tingkat RT sampai nasional. Dari kampung hingga kota besar. Dan, menyeluruh di semua daerah dan lapisan masyarakat.
Di sebuah pinggirian desa pantura, masing-masing pemilih mendapat amplop senilai sepuluh ribu dari satu calon. Dari partai lain, dua puluh lima ribu untuk satu suara. Jumlah ini lebih banyak jika kita mau melakukan riset secara menyeluruh.
Di sebuah pinggiran Ibu Kota, satu suara dibandrol mulai dari tiga puluhan ribu hingga ratusan ribu rupiah. Jika mau dirilis, semua pelakunya adalah oknum yang memang berduit dan mempunyai kepentingan politisi di dalamnya.
Nah, kader PKS ternyata melakukan ‘serangan’ fajar juga. Meskipun, bentuknya berbeda dengan yang dilakukan oleh partai-partai berduit tebal itu. Qiyadah dan kader PKS melakukan ‘serangan’ ini dalam kamar-kamar mereka dan di rumah-rumah Allah. Mereka menyebut nama Allah dalam dzikir-dzikir mereka. Dalam berdiri, ruku’ dan sujudnya.
Mereka melakukan itu di sepertiga malam terakhir, hingga fajar menyingsing. Pun, mereka tidak melakukan ‘serangan’ini ketika momen pemilu saja. Tetapi di sepanjang waktu. Karena ‘serangan’ fajar jenis ini, adalah satu amalan yang paling disukai dan diajarkan bagi kader-kader PKS. ‘Serangan’ fajar inilah yang membuat mereka kuat dalam menghadapi medan tempur yang dahsyat ini.
Kita Tak Pernah Lupa
Siapa yang telah menjual aset negara, kita tak akan pernah lupa. Siapa yang mengusung petinggi-petinggi syi’ah, kita tak tak pernah lupa. Siapa yang mengajukan calon sekuler-liberal, kita juga tak akan pernah lupa.
Tentang sosok yang memicu perang berdarah di salah satu penjuru negeri ini, kita juga tak akan lupa. Tentang pemimpin yang melahirkan sistem outsourcing bagi buruh dan sekarang bergaya menolaknya, kita juga tak akan pernah lupa.
Lantas, jika kemudian sosok yang tak pernah terlupa adalah yang memenangi laga? Akankah kita berharap banyak? Mungkin, jawaban apatisnya adalah tidak ada harapan. Tapi, kita masih punya Allah. Sehingga,masih ada jutaan harapan yang bisa kita semai, dari banyak jalan.
Agar Indonesia Memimpin Peradaban
Terakhir tapi bukan akhir, PKS hanyalah sebuah partai. Qiyadah, kader dan simpatisannya juga hanya manusia biasa. Berharap sempurna dari mereka, adalah ketidakmungkinan. Karena yang sempurna hanyalah Allah. Kita, harus tetap optimis. Tentu, dengan terus mengingatkan dan saling mendukung. Apalagi, ini adalah negeri besar. Siapapun tak mungkin bisa memimpin negeri ini seorang diri. Negeri ini juga tak hanya membutuhkan seorang kepala negara.
Negeri ini, seperti kata Anis Matta, “Membutuhakn hati yang baru, otak yang baru dan tulang punggung yang baru.” Hanya dengan itulah, Indonesia akan maju dan memimpin peradaban dunia. Bukan sosok yang didewakan padahal hanya boneka. Bukan pemenang pemilu versi hitung cepat, tapi ternyata terhebat dalam korupsi. Apalagi, sosok lama yang hanya berganti baju. Atau, sosok baru yang berteman dengan musuh sejati negeri ini.
Mari, kobarkan semangat Indonesia.[Pirman]
*Dimuat di Majalah Dakwah Islam al-Intima' edisi 050 Rubrik Harakatuna
Posting Komentar