Meski terlahir dari orangtua Muslim, Aisyah Kamiliya dibesarkan dalam lingkungan Katolik. Ia tak pernah mempertanyakan agamanya sampai saat ia duduk di bangku SMA.
Liya, begitu ia kerap disapa, memilih untuk tetap berada dalam kelas saat pelajaran agama Islam berlangsung. Meski sebagai non Muslim kala itu, ia diperbolehkan meninggalkan kelas dan pergi ke perpustakaan sekolah.
Ia melakukan itu selama tiga tahun selama bersekolah di sebuah SMA negeri di Jakarta. Tiga tahun pula, ia bertanya dan berdiskusi dengan sang guru agama Islam. Banyak hal-hal yang dianggapnya ‘perlu diluruskan’ dari penjelasan materi pelajaran agama Islam yang ia perhatikan dalam kelas.
Kesabaran guru-guru agama Islam mendengarkan debatnya terhadap Islam membuat Liya tersentuh.
"Makin dalam ilmu Islam seseorang, mereka makin sabar mendengarkan. Saya tidak dibantah saat mendebat, guru agama saya malah merasa juga belajar dari saya," tutur ibu tiga anak itu.
Kelas III SMA, Liya menjalani Ramadhan 2000 di kampung halaman orangtuanya di Pulau Sikep, Kepulaun Riau. Liya juga mencoba ikut berpuasa. Merasakan ketenangan, Liya akhirnya bersyahadat. Berislam di kampung halaman orangtua tak serta merta membuat keislaman Liya diterima. [ROL]
Posting Komentar