Mari kembali menyeksamai kisah agung para sahabat Rasulullah Radhiyallahu ‘Anhum Ajma’in. Agar kita tak kehilangan semangat dan teladan dalam kebaikan. Karena kisah yang telah mereka ukir dalam lembaran sejarah dengan tinta emasnya, adalah oase yang tak pernah kering termakan zaman. Kisah mereka akan agung, hingga kiamat menjelang. Sebuah teladan kebaikan yang tak akan pernah usang.
Asma’ binti Abu Bakar adalah salah seorang shahabiyah terbaik. Meski ibu kandungnya (Qatilah) adalah seorang kafir dan mati dalam keadaan belum sempat beriman, ketakwaan Abu Bakar terwarisi dengan sangat baik dalam dirinya. Selain menjadi salah satu pemeran utama dalam tim sukses hijrah Rasulullah ke Madinah, banyak teladan yang bisa kita timba dari pribadi luar biasa ini.
Dari Asma’, kita diberitahu tentang akhlak seorang anak kepada orangtua (ibunya) yang kafir. Dari dirinya, kita juga dapati teladan tentang menutup aurat. Melaluinya, kita diberitahu banyak hal tentang kesungguhan, kedermawanan, kecerdasaan dan ketaatan kepada suaminya.
Asma’ pun berjodoh dengan Zubair bin Awwam. Salah seorang pengawal setia Rasulullah dan masuk dalam sepuluh orang yang dijamin masuk surga. Meskipun, dia adalah sosok yang miskin harta.
Tentang pernikahannya, Asma’ bertutur, “Ketika Zubair menikahiku, ia tidak memiliki seorang budak atau harta sedikit pun. Ia hanya memiliki seekor kuda.” Mari catat baik-baik. Wanita semulia Asma’ mau dinikahi oleh sahabat miskin tak berharta. Karena kemuliaannya, dia menerima suaminya yang bagus iman dan takwanya. Bukan sekedar jabatan, keturunan atau asesoris duniawi lainnya.
Bersebab tak memilik budak, Asma’ sering melakukan pekerjaan-pekerjaan berat. Pun, yang bisa dilakukan oleh kaum lelaki. Katanya melanjutkan, “Maka akulah yang memberi makan kudanya, memelihara dan menanggung biaya perawatannya, menumbuk biji-bijian sebagai bahan makanannya serta menyiapkan air untuk minumannya.” Cintanya karena Allah, menghasilkan ketaatan dalam kebaikan. Dia menyadari bahwa suaminya sibuk mencari nafkah dan berdakwah. Maka dirawatlah kuda yang dijadikan tunggangan suaminya dalam berjihad.
Ia juga sosok yang piawai dalam menyiapkan makanan bagi suaminya, sesuai dengan kemampuan terbaiknya. Dan tak segan meminta bantuan dari wanita lainnya untuk hal yang tak bisa dikerjakannya. Katanya, “Aku yang membuat adonan roti. Namun, aku tak mahir membuat roti. Maka, beberapa wanita Anshar yang membuatkan roti untukku. Mereka semua adalah wanita yang jujur.” Banggalah jika anda menjadi wanita rumahan yang selalu mempunyai waktu dan antusiasme yang tinggi dalam menyediakan makanan untuk suami tercinta. Sebab masakan istri, adalah masakan berbumbu cinta dan ketulusan. Sehingga enak di mulut, sehat di badan, dan menambah ikatan cinta antara dia dan suaminya.
Yang lebih mencengangkan, Asma’ sering membawa biji-bijian hasil kebun suaminya yang merupakan pemberian Rasulullah. Hingga suatu ketika, bersebab bertemu dengan rombongan Rasulullah sepulangnya dari kebun, Asma’ mendapat kemuliaan dengan didudukkan di atas unta Nabi mulia itu.
Biasanya, Asma’ membawa biji-bijian dari kebun suaminya dengan berjalan kaki. Biji-bijian itu diletakkannya di atas kepala. Jarak antara kebun dan rumahnya sejauh dua pertiga farsakh. Satu farsakh setara dengan 3 mil. Sedangkan 3 mil setara dengan 1,6 kilometer. Sehingga, jarak yang ditempuh oleh Asma’ ketika membawa biji-bijian hasil kebun suaminya, setara dengan 3 kilometer lebih.
Begitulah pernikahan yang menyejarah. Tak ada gemerlap lampu pesta atau tamu undangan yang buka-bukaan aurat di dalamnya. Dasarnya cinta karena Allah, niatnya karena-Nya, yang ditempuh adalah jalan Nabi-Nya. Maka dari pernikahan barokah itu, lahirlah Abdullah bin Zubair yang kelak menjadi salah satu khalifah kebanggaan Islam.[]
Penulis : Pirman
Redaktur Bersamadakwah.com
Posting Komentar