Bagaimana hukum onani dalam Islam? Berikut penjelasan Syaikh DR Yusuf Qardhawi dalam buku Al Halal wal Haram fil Islam yang telah diterjemahkan oleh Rabbani Press:
Kadang-kadang naluri seksual anak muda bergejolak, lalu dia mengeluarkan sperma dengan tangannya untuk mengendorkan saraf dan menenangkan gejolaknya. Perbuatan ini dikenal dengan istilah “onani”.
Mayoritas ulama mengharamkannya. Imam Malik berdalil dengan firman Allah:
وَالَّذِينَ هُمْ لِفُرُوجِهِمْ حَافِظُونَ . إِلَّا عَلَى أَزْوَاجِهِمْ أَوْ مَا مَلَكَتْ أَيْمَانُهُمْ فَإِنَّهُمْ غَيْرُ مَلُومِينَ . فَمَنِ ابْتَغَى وَرَاءَ ذَلِكَ فَأُولَئِكَ هُمُ الْعَادُونَ
“Dan orang-orang yang memelihara kemaluannya. Kecuali terhadap istri-istri mereka atau budak-budak yang mereka miliki, maka sesungguhnya mereka dalam hal ini tidak tercela. Barangsiapa yang mencari di balik itu, maka mereka itulah orang-orang yang melampaui batas.” (QS. Al Mu’minun: 5-7)
Orang yang melakukan onani, sesungguhnya dia telah melampiaskan syahwatnya dengan “cara di balik itu”
Akan tetapi Imam Imam Ahmad bin Hanbal menganggap bahwa sperma adalah kelebihan sesuatu dari tubuh, karena itu boleh mengeluarkannya sebagaimana halnya memotong daging yang lebih. Pendapat ini juga dikuatkan oleh Ibnu Hazm.
Tetapi para fuqaha Hanabilah mensyaratkan bolehnya onani ini dengan dua hal: pertama, karena takut berbuat zina dan kedua, karena tidak mampu menikah.
Kita dapat mengambil pendapat Imam Ahmad ketika syahwat sedang bergejolak dan dikhawatirkan akan terjatuh ke dalam perbuatan zina, seperti seorang pemuda yang sedang menuntut ilmu atau bekerja di negeri asing yang jauh dari tanah airnya, sedangkan hal-hal yang dapat merangsang syahwat banyak terdapat di depannya, dan dia khawatir akan berbuat zina. Maka tidaklah terlarang dia melakukan onani ini untuk memadamkan gejolah syahwatnya, dengan catatan tidak berlebih-lebihan dan tidak menjadikannya sebagai kebiasaan.
Sikap yang lebih utama ialah mengikuti petunjuk Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam terhadap pemuda Muslim yang belum mampu menikah agar banyak berpuasa. Karena puasa dapat mendidik kehendaknya mengajari kesabaran, menguatkan mental taqwa dan merasa diawasi oleh Allah. Beliau bersabda:
يَا مَعْشَرَ الشَّبَابِ مَنِ اسْتَطَاعَ مِنْكُمُ الْبَاءَةَ فَلْيَتَزَوَّجْ ، وَمَنْ لَمْ يَسْتَطِعْ فَعَلَيْهِ بِالصَّوْمِ فَإِنَّهُ لَهُ وِجَاءٌ
“Wahai para pemuda! Barangsiapa di antara kalian sudah mempunyai kemampuan maka hendaklah dia menikah, karena menikah lebih dapat menundukkan pandangan dan lebih dapat memelihara kemaluan. Dan barangsiapa yang belum mampu, maka hendaklah dia perpuasa, karena puasa merupakan perisai baginya.” (HR. Bukhari)
Demikian penjelasan Syaikh DR Yusuf Qardhawi tentang hukum onani. Kesimpulannya, onani itu haram. Mayoritas ulama mengharamkannya, kecuali sebagian ulama membolehkannya bagi orang yang terpaksa (darurat, karena syahwat memuncak) dengan syarat karena takut berzina sedangkan dirinya tidak mampu menikah serta tidak menjadikan onani tersebut sebagai kebiasaan. Wallahu a’lam bish shawab. [IK/bersamadakwah]
Posting Komentar